It's weird, ketika kamu menjadi anak tunggal, namun selalu merasa sendiri tanpa rangkulan kedua orang tuamu.
Menjadi anak tunggal seharusnya menyenangkan. Selalu dimanja, selalu disayang, selalu diperhatikan, karena ya memang tidak ada anak lagi yang harus diperlakukan seperti itu. Namun, ada kalanya keadaan tak semanis yang dibayangkan. Beberapa anak tunggal memang selalu dimanja dan diperhatikan dengan materi berlimpah ruah, tetapi hati mereka seringkali tak terangkul oleh kedua orang tuanya.
Beberapa anak tunggal merasa ketika sedang tertimpa masalah, kedua orang tuanya justru selalu menyudutkan si anak atas masalah yang menimpanya. Mungkin memang kesalahan anak, tapi mengapa mereka tak mencoba mencari tahu apa penyebab masalah tersebut dengan mendekati si anak? Ketika si anak nampak murung, malah menjadi bulan-bulanan ibunya dengan sodoran pertanyaan-pertanyaan menekan, seperti "Kenapa sih?! Mukanya ditekuk aja! Emangnya ibunya gak ngasih makan?!", atau "Cemberut aja! Gak ngehargain pemberian orang tua!".
Ketika anak nampak murung, anak hanya ingin ditanyakan dengan penuh kasih, "kamu kenapa nak?", atau "anak ibu kenapa sih cemberut terus, cerita dong sama ibu". Atau tak perlu bertanya, karena kadang kala anak hanya ingin dirangkul, dipeluk, atau sekedar didengarkan keluh kesahnya.
Nasehat memang perlu. Tetapi apakah nyaman dirasa, jika nasehat diberikan dengan nada tinggi dan kalimat-kalimat yang menyudutkan? Kami anak tunggal tidak punya siapa-siapa lagi selain kalian, kedua orang tua kami. Ketika kami dihadapkan pada suatu masalah, kami ingin dikuatkan. Ketika kami membuat keputusan, kami ingin didukung. Ketika kami terjatuh, kami ingin dibantu berdiri. Ketika kami diam dalam tangis, kami hanya ingin dirangkul.. Kami hanya ingin dipeluk. Oleh siapa lagi, selain oleh kalian, kedua orang tua kami?
Bukan kalimat yang menyudutkan yang kami butuhkan. Bukan pula sikap dingin enggan bicara dengan kami.
Kami ingin dipeluk.. oleh kedua orang tua kami.
Menjadi anak tunggal seharusnya menyenangkan. Selalu dimanja, selalu disayang, selalu diperhatikan, karena ya memang tidak ada anak lagi yang harus diperlakukan seperti itu. Namun, ada kalanya keadaan tak semanis yang dibayangkan. Beberapa anak tunggal memang selalu dimanja dan diperhatikan dengan materi berlimpah ruah, tetapi hati mereka seringkali tak terangkul oleh kedua orang tuanya.
Beberapa anak tunggal merasa ketika sedang tertimpa masalah, kedua orang tuanya justru selalu menyudutkan si anak atas masalah yang menimpanya. Mungkin memang kesalahan anak, tapi mengapa mereka tak mencoba mencari tahu apa penyebab masalah tersebut dengan mendekati si anak? Ketika si anak nampak murung, malah menjadi bulan-bulanan ibunya dengan sodoran pertanyaan-pertanyaan menekan, seperti "Kenapa sih?! Mukanya ditekuk aja! Emangnya ibunya gak ngasih makan?!", atau "Cemberut aja! Gak ngehargain pemberian orang tua!".
Ketika anak nampak murung, anak hanya ingin ditanyakan dengan penuh kasih, "kamu kenapa nak?", atau "anak ibu kenapa sih cemberut terus, cerita dong sama ibu". Atau tak perlu bertanya, karena kadang kala anak hanya ingin dirangkul, dipeluk, atau sekedar didengarkan keluh kesahnya.
Nasehat memang perlu. Tetapi apakah nyaman dirasa, jika nasehat diberikan dengan nada tinggi dan kalimat-kalimat yang menyudutkan? Kami anak tunggal tidak punya siapa-siapa lagi selain kalian, kedua orang tua kami. Ketika kami dihadapkan pada suatu masalah, kami ingin dikuatkan. Ketika kami membuat keputusan, kami ingin didukung. Ketika kami terjatuh, kami ingin dibantu berdiri. Ketika kami diam dalam tangis, kami hanya ingin dirangkul.. Kami hanya ingin dipeluk. Oleh siapa lagi, selain oleh kalian, kedua orang tua kami?
Bukan kalimat yang menyudutkan yang kami butuhkan. Bukan pula sikap dingin enggan bicara dengan kami.
Kami ingin dipeluk.. oleh kedua orang tua kami.